SEJARAH
MUNCULNYA PERSOALAN-PERSOALAN THEOLOGI DALAM ILMU KALAM
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pemakaian istilah Theologi terdiri dari
kata “Theos” yang artinya “Tuhan”, dan “Logos”, yang artinya “Ilmu”(science
atau study atau discouerse). Jadi Ilmu tentang ketuhanan yaitu yang
membicarakan Zat Tuhan dari segala seginya dan hubungannya dengan alam.
Theologi bisa tidak bercorak agama, tetapi merupakan bagian dari filsafat atau
“ philosophical theology, atau “Filsafat Ketuhanan”. Theologi juga bisa
bercorak agama sebagai suatu intellectual expression of religion, atau
keterangan tentang kata-kata agama yang bersifat fikiran. Karena itu untuk
pembatasan lapangan dan ketetapan arti kata “Theologi” biasanya dibubuhi dengan
kualifikasi tertentu seperti theologi yahudi, theologi kristen, theologi
katolik, atau theologi islam. Bahkan dengan kualifikasi lebih terbatas lagi
seperti theologi apologetic (mempertahankan agama), theologi sistimatik,
theologi sejarah dan sebagainya.
Theologi banyak lapangannya namun
pengertiannya namun yang umum ialah ilmu yang membicarakan kenyataan-kenyataan
dan gejala-gejala agama dan membicarakan hubungan Tuhan dan manusia, baik
dengan jalan penyelidikan maupun pemikiran murni, atau dengan jalan wahyu.
Ilmu kalam sama dengan lapangan-lapangan
ilmu Theologi, yaitu sekitar Tuhan, ada-Nya, keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya dari
segala segi dan hubungan Tuhan dengan manusia dan alam, berupa keadilan dan
kebijaksanaan, qadha dan qadar pengutusan rasul-rasul sebagai penghubung antara
Tuhan dan manusia, dan soal-soal yang berhubungan dengan kenabian, serta
tentang keakhiratan dan hal-hal yang berkaitan tentang kehidupan disana.
B.
Rumusan Masalah
2.
Bagaimana sejarah kemunculan Ilmu Kalam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PERPECAHAN UMAT ISLAM SETELAH
WAFATNYA UMAT RASULULLOH
Menurut Hasan Nasution, kemunculan
persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa
pembunuhan ‘Ustman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Mu’awiyah atas
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Ketegangan antara Mu’awiyah dan Ali bin Abi
Thalib mengkristal menjadi perang Siffin yang berakhir dengan keputusan tahkim
(arbitrase). Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr bin Al-Ash, utusan dari
pihak Mu’awiyyah dalam tahkim, sungguhpun dalam keadaan terpaksa, tidak
disetujui oleh sebagian tentaranya. Mereka berpendapat bahwa persoalan yang
terjadi saat itu tidak dapat diputuskan melalui tahkim. Putusan hanya datang
datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an.
La hukma illa lillah (tidak ada hukum selain dari hukum Allah) atau la hukma
illa Allah (tidak ada perantara selain Allah) menjadi semboyang mereka. Mereka
memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah sehingga mereka meninggalkan
barisannya. Dalam sejarah Islam, mereka terkenal dengan nama khawarij, yaitu
orang yang keluar dan memisahkan diri atau secerders.[1]
Di luar pasukan yang membelot Ali, ada
pula sebagian besar yang tetap mendukung Ali. Mereka inilah yang kemudian
memunculkan kelompok Syi’ah. Menurut Watt, Syi’ah muncul ketika berlangsung
peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang di kenal dengan Perang Siffin. Sebagai
respon atas penerimaan Ali terhadap arbitrase yang ditawarkan mu’awiyah,
pasukan Ali terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali-kelak
disebut Syi’ah dan kelompok lain menolak sikap Ali kelak disebut Khawarij.[2]
Harun lebih lanjut melihat bahwa persoalan
kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang
bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih
tetap dalam Islam. Khawrij sebagaimana telah disebutkan, memandang bahwa
orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Mu’awiyah, Amr bin
Al-Ash, Abu Musa Al-Asy’ari, adalah kafir berdasarkan firman Allah pada surat
Al-Maidah ayat 44.[3]
Persoalan ini
telah menimbulkan enam aliran teologi dalam Islam, yaitu:
1.
Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah
kafir, dalam arti telah keluar dari Islam, atau tegasnya murtad dan wajib
dibunuh.
2.
Aliran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar
masih tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, hal itu
terserah kepada Allah untuk mengampuniatau menghukumnya.
3.
Aliran Mu’tazilah, yang tidak menerima kedua pendapat tersebut.
Bagi mereka, orang yang berdosa besar bukan kafir, tetapi bukan pula mukmin.
Mereka mengambil posisi antara mukmin dan kafir, yang bahasa Arabnya terkenal
dengan istilah al-manzilah manzilatain (posisi diantara dua posisi).[4]
4.
Aliran Qadariyah, menurutnya manusia mempunyai kemerdekaan dalam
kehendak dan perbuatannya.
5.
Aliran Jabariyah, menurutnya bahwa manusia tidak mempunyai
kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.
6.
Aliran Mu’tazilah yang bercorak rasional mendapat tantangan keras
darigolongan tradisional Islam, terutama golongan Hanbali,yaitu pngikut madzab
Ibn Hanbal. Mereka yang menentang ini kemudian mengambil bentuk aliran teologi
tradisional yang dipelopori Abu Al-Hasan Al-Asy’ari (935M). Disamping aliran
Asy-ariyah, timbul pula suatu aliran di Samarkand yang juga bermaksud menentang
aliran Mu’tazilah yang didirikan Abu
Mansur Muhammad Al-Maturidi.kemudian terkenal dengan aliran Al-Maturidiyah.
B. HADIST TENTANG AKAN TERJADINYA PERPECAHAN UMAT ISLAM
Ada
beberapa hadist yang kemudian muncul sebagai prediksi nabi dalam Ilmu Kalam yang berkaitan dengan perpecahan
umat, diantaranya adalah:
عَنْ اَ بِى هُرَ
يْرَ ةَ اَنْ رَسُوْ لُ اللهِ صلى الله
عليه و سلم قَا لَ تَفَرَّ قَتِ ا ليَهُو دُ عَلَى اِ حْدَ ى وَ سَبْعِيْنَ فِرْ قَةٌ
وَ ا لنَّصَا رَ ى مِثْلَ ذَ لِكَ وَ تَفْتَرِ قُ اُ مَّتِى عَلَى ثَلاَ ثِ وَ سَبْعِيْنَ فِرْ قَةٌ .( ر و ا ه ا
لتر مذ ى)
Artinya
: “Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata, bahwa Nabi Muhammad SAW. Bersabda :
“telah berfirqah-firqah orang Yahudi atas 71 firqah dan orang Nashara seperti
itu pula dan akan berfirqah ummatku atas 73 firqah” (H.R Imam Tarmidzi)
اِ نَّ بَنِى اِ
سْرَا ئِيْلَ تَفَرَّ قَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَ سَبْعِيْنَ مِلَّةٌ وَ تَفْتَرِ قُ
اُ مَّتِى عَلَى ثَلاَثِ وَ سَبْعِيْنَ مِلَّةٌ كُلُّهُمْ فِى ا لنَّا رِ اِ لَّا
مِلَّةٌ وَ ا حِدَ ةً. قاَ لُوا : وَ مَنْ
هِيَ يَا رَ سُو لُ ا لله ؟ قَا لَ : مَا اَ نَا عَلَيْهِ وَ اَ صْحَا بِى.
( ر و ا ه ا لتر مذ ى)
Artinya
: “Bahwasannya Bani Israil telah berfirqah-firqah sebanyak 72 millah (firqah)
dan akan berfirqah ummatku sebanyak 73 firqah, semuanya masuk neraka kecuali
satu”.
Sahabat-sahabat
yang mendengar ucapan ini bertanya: “Siapakah yang satu ini Ya Rasulullah?”
Nabi
menjawab: “Yang satu itu ialah orang yang berperang (beri’tiqad) sebagai
peganganku (i’tiqadku) dan pegangan sahabat-sahabatku”. (H.R Imam Tirmidhi)
C.
SEJARAH KEMUNCULAN ILMU KALAM
Ilmu
kalam sebagai ilmu yang berdiri sendiri belum dikenal pada masa Nabi Muhammad
SAW, maupun pada masa sahabat-sahabatnya.[5]
Akan tetapi baru dikenal pada masa berikutnya, setelah ilmu-ilmu keislaman yang
lain satu per satu muncul dan setelah orang banyak membicarakan tentang
kepercayaan alam gaib (metafisika). Kita tidak akan dapat memahami
persoalan-persoalan ilmu kalam sebaik-baiknya kalau kita tidak mempelajari
faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya, kejadian-kejadian politis dan
historis yang menyertai pertumbuhannya. Faktor itu sebenarnya banyak, akan tetapi
dapat digolongkan kepada dua bagian, yaitu faktor-faktor yang datang dari dalam
islam dan kaum Muslimin sendiri dan faktor-faktor yang datang dari luar mereka,
karena adanya kebudayaan-kebudayaan lain dan agama-agama yang bukan islam.
SEBAB-SEBAB DARI DALAM
1.
Qur’an sendiri di samping ajakannya kepada tauhid dan mempercayai
kenabian dan hal-hal lain yang berhubungan dengan itu, menyinggung pula
golongan-golongan dan agama-agama yang ada pada masa Nabi Muhammad SAW, yang
mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar. Qur’an tidak membenarkan
kepercayaan mereka dan membantah alasan-alasannya, antara lain :
a.
Golongan yang mengingkari agama dan adanya Tuhan dan mereka
mengatakan bahwa yang menyebabkan kebinasaan dan kerusakan hanyalah waktu saja.
b.
Golongan-golongan syirik, yang menyembah bintang-bintang, bulan,
matahari yang mempertuhan Nabi Isa dan Ibunya, yang menyembah berhala-berhala
c.
Golongan-golongan yang tidak percaya akan keutusan Nabi-nabi dan
tidak mempercayai kehidupan kembali di akhirat nanti
d.
Golongan yang mengatakan bahwa semua yang terjadi di dunia ini
adalah dari perbuatan Tuhan semuanya dengan tidak ada campur tangan manusia
(yaitu orang-orang munafiq)
Tuhan
membantah alasan-alasan dan perkataan-perkataan mereka semua dan juga
memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk tetap menjalankan da’wahnya sambil
menghadapi alasan-alasan mereka yang tidak percaya dengan cara yang halus.
Firman Tuhan :
اُ دْ عُ اِ لَى سَبِيْلِ رَ بِّكَ بِا لْحِكْمَةِ
وَ ا لمَوْ عِظَةِ ا لحَسَنَةِ وَ جَا دِ لْهُمْ بِا لَّتِي هِيَ اَ حْسَنُ. اِ نَّ رَ بَّكَ هُوِ اَ
عْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ
وَ هُوَ
اَ عْلَمُ بِا لمُهْتَدِ يْنَ
“Ajaklah mereka kepada jalan Tuhanmu dengan
hikmah dan nasehat-nasehat yag baik dan bantahlah mereka itu dengan jala yang
lebih baik”. (An-Nahl 125)
Adanya golongan-golongan tersebut disamping adanya
perintah Tuhan dalam ayat ini sudah barang tentu membuka jalan bagi kaum
muslimin untuk mengemukakan alasan-alasan kebenaran ajaran-ajaran agamanya di
samping menunjukkan kesalahan-kesalahan golongan-golongan yang menentang
kepercayaan-kepercayaan itu, dan dari kumpulan alasan-alasan itulah berdiri
ilmu kalam.
2.
Ketika kaum Muslimin selesai membuka negeri-negeri baru untuk masuk
Islam, mereka mulai tenteram dan tenang fikirannya, disamping
melimpah-limpahnya rizqi. Di sinilah mulai mengemukakan persoalan agama dan
berusaha mempertemukan nas-nas agama yang kelihatannya saling bertentangan.
Keadaan ini adalah gejala umum bagi tiap-tiap agama dan masyarakat. Setelah itu
datanglah fase penyelidikan dan pemikiran dan membicarakan soal-soal agama
secara filosofis. Disinilah kaum muslimin mulai memakai filsafat untuk
memperkuat alasan-alasannya.
SEBAB-SEBAB DARI LUAR
a.
Banyak diantara pemeluk-pemeluk Islam yang mula-mula beragama
yahudi, masehi, dan lain-lain bahkan diantara mereka ada yang sudah jadi
ulama’nya. Kemudian dimasukkan dalam ajaran Islam.
b.
Golongan Islam yang dulu terutama golongan Mu’tazilah memusatkan
perhatiannya untuk penyiaran Islam dan membantah alasan-alasan mereka yang
memusuhi Islam dengan menggunakan senjata filsafat sebagai senjata kaum
muslimin.
c.
Sebagai kelanjutan dari sebab tersebut, para Mutakalliminhendak
mengimbangi lawan-lawannya yang menggunakan filsafat, maka mereka terpaksa
mempelajari logika dan filsafat terutama segi ketuhanan.
D. PERSOALAN POLITIK BERAKIBAT PADA PERSOALAN THEOLOGI
Persoalan
politik yang terjadi, berakibat pada peesoalan theologi sehingga munculnya
aliran-aliran tetentu, antara lain:
1.
Syi’ah
Golongan ini sangat fanatik
kepada, khalifah Ali bin Abi Thalib dan, keturunannya. Mereka berkeyakinan
tidak seorangpun yang berhak memegang, menduduki jabatan kekhalifahan kecuali
dari keturunan Ali. Jika orang yang mengakui khalifah bukan dari keturunan Ali,
berarti merampas hak kekuasaan dan kekhalifahannya tidak syah. Tetapi akhirnya
golongan ini dimasuki pula oleh unsur-unsur yang menyimpang dari pokok-pokok
agama Islam.
2.
Qadariyah
Golongan Qodariyah, pokok pemikirannya
adalah bahwa usaha dan gerak perbuatan manusia ditimbulkan sendiri, bukan dari
Allah. Faham ini, mula-mula dianjurkan oleh Ma’bad Al-Juhainy, Ghailan
al-Dimasyqi dan Al-Ja’du bin Dirham. Ketiga tokoh ini hidup pada zaman Daulah
Umaiyah dan ketiganya mati terbunuh.
3.
Jabariyah
Golongan ini muncul di Khurasan,
yang dipelopori oleh Al-Jaham bin Shafwan la berpendapat bahwa hidup manusia
ini sudah ditentukan oleh Allah Ta’ala. Segala gerak-geriknya dijadikan Tuhan
semata-mata, manusia tidak dapat berusaha dan menggerakkan dirinya. Mereka juga
meniadakan sifat-sifat Allah Ta’ala. “Kita tidak boleh menyifati Allah Ta’ala,
dengan suatu sifat yang bersamaan dengan sifat-sifat yang terdapat pada
makhluknya”. Pemimpin golongan ini, akhirnya terbunuh juga di Khurasan.
4. Murjiah
Golongan Murji’ah berpendapat, bahwa
kemaksiatan tidaklah menghilangkan keimanan atau tidak memberi bekas terhadap
keimanan seseorang, sebagaimana ketaatan, tidak memberi pengaruh kepada orang
yang kafir.
5. Khawarij
Golongan ini pada mulanya adalah
pengikut setia Khalifah Ali, namun mereka memisahkan diri akibat tidak setuju
dengan kebijakan khalifah menerima perdamian dengan Mu’awiyah pada saat perang
Siffin. Mereka berpendapat bahwa orang yang mengerjakan dosa besar, atau
meninggalkan kewajiban-kewajiban yang sampai mati belum sempat tobat, maka
orang itu dihukumkan keluar dari Islam dan menjadi kafir. Jadi mereka abadi
dalam neraka.
6.
Mu’tazilah
Golongan Mu’tazilah ini salah satu
pokok pikirannya adalah, bahwa orang Islam yang mengerjakan dosa besar, atau
meninggalkan kewajiban-kewajiban, yang sampai matinya belum sempat bertobat,
maka orang itu dihukum keluar dari Islam, tetapi tidak menjadi kafir, hanya
fasiq saja, namun menurutnya orang fasiq akan abadi di neraka.
7. Ahli Sunah wal Jama’ah
Kelompok ini biasa menyebut dirinya
Islama Aswaja. Pemahaman mereka ialah bahwa yang dihukumkan dengan orang
Islam, ialah orang yang memenuhi tiga syarat, yaitu : menuturkan dua kalimat
syahadat dengan lisan, dan diikuti dengan kepercayaan hati dan buktikan dengan
amal. Menurut Ahli Sunah wal Jama’ah, bahwa orang yang mengerjakan dosa besar
atau mengingkari kewajiban-kewajiban yang diperihtahkan Allah sampai mati tidak
sempat tobat, dihukumkan sebagai mukmin “yang melakukan maksiat. Hukumnya di
akhirat kelak, bila tidak memperoleh ampunan dari Allah akan masuk neraka untuk
menjalani hukumannya. Sesudah menjalani azab dan hukumnya itu, ada harapan
mendapat kebebasan dan masuk surga.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Perpecahan umat Islam setelah wafatnya Rasulullah dipicu oleh
persoalan politik akibat peristiwa terbunuhya ‘Utsman bin Affan. Hal ini
mengakibatkan munculnya beberapa aliran
teologi dalam umat Islam, antara lain:
1.
Aliran Khawarij
2.
Aliran Murji’ah
3.
Aliran Mu’tazilah
4.
Aliran Qadariyah
5.
Aliran Jabariyah
Ilmu kalam sebagai ilmu yang berdiri sendiri belum dikenal pada
masa Nabi Muhammad SAW, maupun pada masa sahabat-sahabatnya. Akan tetapi baru
dikenal pada masa berikutnya, setelah ilmu-ilmu keislaman yang lain satu per
satu muncul dan setelah orang banyak membicarakan tentang kepercayaan alam gaib
(metafisika).
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya Ilmu Kalam adalah:
1.
Faktor dari dalam
·
Qur’an sendiri di samping ajakannya kepada tauhid dan mempercayai
kenabian dan hal-hal lain yang berhubungan dengan itu, menyinggung pula
golongan-golongan dan agama-agama yang ada pada masa Nabi Muhammad SAW, yang
mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar.
·
Ketika kaum Muslimin selesai membuka negeri-negeri baru untuk masuk
Islam, mereka mulai tenteram dan tenang fikirannya, disamping
melimpah-limpahnya rizqi.
·
Sebab yang ketiga adalah soal-soal politik
2.
Faktor dari luar
·
Memasukkan ajaran agama terdahulu kedalam ajaran Islam.
·
Menggunakan filsafat sebagai senjata kaum muslimin
·
Hendak mengimbangi lawanya degan menggunakan filsafat.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar,
Rohison, Prof. Dr. M.Ag, Ilmu Kalam, CV Pustaka Setia, Bandung, 2001.
Hanafi, Ahmad, M.A, Theology Islam (Ilmu Kalam), PT Bulan
Bintang, Jakarta,1996.
Watt, Montgomery, Pemikiran Theologi dan Filsafat Islam, terj.
Umar Basalim. Penerbit P3M, Jakarta, 1987.