Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 04 Juni 2013


SEJARAH MUNCULNYA PERSOALAN-PERSOALAN THEOLOGI DALAM ILMU KALAM


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
      Pemakaian istilah Theologi terdiri dari kata “Theos” yang artinya “Tuhan”, dan “Logos”, yang artinya “Ilmu”(science atau study atau discouerse). Jadi Ilmu tentang ketuhanan yaitu yang membicarakan Zat Tuhan dari segala seginya dan hubungannya dengan alam. Theologi bisa tidak bercorak agama, tetapi merupakan bagian dari filsafat atau “ philosophical theology, atau “Filsafat Ketuhanan”. Theologi juga bisa bercorak agama sebagai suatu intellectual expression of religion, atau keterangan tentang kata-kata agama yang bersifat fikiran. Karena itu untuk pembatasan lapangan dan ketetapan arti kata “Theologi” biasanya dibubuhi dengan kualifikasi tertentu seperti theologi yahudi, theologi kristen, theologi katolik, atau theologi islam. Bahkan dengan kualifikasi lebih terbatas lagi seperti theologi apologetic (mempertahankan agama), theologi sistimatik, theologi sejarah dan sebagainya.
      Theologi banyak lapangannya namun pengertiannya namun yang umum ialah ilmu yang membicarakan kenyataan-kenyataan dan gejala-gejala agama dan membicarakan hubungan Tuhan dan manusia, baik dengan jalan penyelidikan maupun pemikiran murni, atau dengan jalan wahyu.
      Ilmu kalam sama dengan lapangan-lapangan ilmu Theologi, yaitu sekitar Tuhan, ada-Nya, keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya dari segala segi dan hubungan Tuhan dengan manusia dan alam, berupa keadilan dan kebijaksanaan, qadha dan qadar pengutusan rasul-rasul sebagai penghubung antara Tuhan dan manusia, dan soal-soal yang berhubungan dengan kenabian, serta tentang keakhiratan dan hal-hal yang berkaitan tentang kehidupan disana.

B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana  sejarah tentang perpecahan umat Islam setelah wafatnya Rasulullah?
2.    Bagaimana sejarah kemunculan Ilmu Kalam?






BAB II
PEMBAHASAN

A.      PERPECAHAN UMAT ISLAM SETELAH WAFATNYA UMAT RASULULLOH
      Menurut Hasan Nasution, kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan ‘Ustman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Mu’awiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Ketegangan antara Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib mengkristal menjadi perang Siffin yang berakhir dengan keputusan tahkim (arbitrase). Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr bin Al-Ash, utusan dari pihak Mu’awiyyah dalam tahkim, sungguhpun dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian tentaranya. Mereka berpendapat bahwa persoalan yang terjadi saat itu tidak dapat diputuskan melalui tahkim. Putusan hanya datang datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an. La hukma illa lillah (tidak ada hukum selain dari hukum Allah) atau la hukma illa Allah (tidak ada perantara selain Allah) menjadi semboyang mereka. Mereka memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah sehingga mereka meninggalkan barisannya. Dalam sejarah Islam, mereka terkenal dengan nama khawarij, yaitu orang yang keluar dan memisahkan diri atau secerders.[1]
      Di luar pasukan yang membelot Ali, ada pula sebagian besar yang tetap mendukung Ali. Mereka inilah yang kemudian memunculkan kelompok Syi’ah. Menurut Watt, Syi’ah muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang di kenal dengan Perang Siffin. Sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbitrase yang ditawarkan mu’awiyah, pasukan Ali terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali-kelak disebut Syi’ah dan kelompok lain menolak sikap Ali kelak disebut Khawarij.[2]
      Harun lebih lanjut melihat bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap dalam Islam. Khawrij sebagaimana telah disebutkan, memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Mu’awiyah, Amr bin Al-Ash, Abu Musa Al-Asy’ari, adalah kafir berdasarkan firman Allah pada surat Al-Maidah ayat 44.[3]

Persoalan ini telah menimbulkan enam aliran teologi dalam Islam, yaitu:
1.    Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti telah keluar dari Islam, atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
2.    Aliran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, hal itu terserah kepada Allah untuk mengampuniatau menghukumnya.
3.    Aliran Mu’tazilah, yang tidak menerima kedua pendapat tersebut. Bagi mereka, orang yang berdosa besar bukan kafir, tetapi bukan pula mukmin. Mereka mengambil posisi antara mukmin dan kafir, yang bahasa Arabnya terkenal dengan istilah al-manzilah manzilatain (posisi diantara dua posisi).[4]
4.    Aliran Qadariyah, menurutnya manusia mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.
5.    Aliran Jabariyah, menurutnya bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.
6.    Aliran Mu’tazilah yang bercorak rasional mendapat tantangan keras darigolongan tradisional Islam, terutama golongan Hanbali,yaitu pngikut madzab Ibn Hanbal. Mereka yang menentang ini kemudian mengambil bentuk aliran teologi tradisional yang dipelopori Abu Al-Hasan Al-Asy’ari (935M). Disamping aliran Asy-ariyah, timbul pula suatu aliran di Samarkand yang juga bermaksud menentang aliran Mu’tazilah  yang didirikan Abu Mansur Muhammad Al-Maturidi.kemudian terkenal dengan aliran Al-Maturidiyah.

B.     HADIST TENTANG AKAN TERJADINYA PERPECAHAN UMAT ISLAM
                              Ada beberapa hadist yang kemudian muncul sebagai prediksi nabi dalam  Ilmu Kalam yang berkaitan dengan perpecahan umat, diantaranya adalah:

عَنْ اَ بِى هُرَ يْرَ ةَ اَنْ   رَسُوْ لُ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَا لَ تَفَرَّ قَتِ ا ليَهُو دُ عَلَى اِ حْدَ ى وَ سَبْعِيْنَ فِرْ قَةٌ وَ ا لنَّصَا رَ ى مِثْلَ ذَ لِكَ وَ تَفْتَرِ قُ اُ مَّتِى عَلَى  ثَلاَ ثِ وَ سَبْعِيْنَ فِرْ قَةٌ .( ر و ا ه ا لتر مذ ى)

Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata, bahwa Nabi Muhammad SAW. Bersabda : “telah berfirqah-firqah orang Yahudi atas 71 firqah dan orang Nashara seperti itu pula dan akan berfirqah ummatku atas 73 firqah” (H.R Imam Tarmidzi)

اِ نَّ بَنِى اِ سْرَا ئِيْلَ تَفَرَّ قَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَ سَبْعِيْنَ مِلَّةٌ وَ تَفْتَرِ قُ اُ مَّتِى عَلَى ثَلاَثِ وَ سَبْعِيْنَ مِلَّةٌ كُلُّهُمْ فِى ا لنَّا رِ اِ لَّا مِلَّةٌ وَ ا حِدَ ةً.  قاَ لُوا : وَ مَنْ هِيَ يَا رَ سُو لُ ا لله ؟ قَا لَ : مَا اَ نَا عَلَيْهِ وَ اَ صْحَا بِى.                                                                                    
 ( ر و ا ه ا لتر مذ ى)
Artinya : “Bahwasannya Bani Israil telah berfirqah-firqah sebanyak 72 millah (firqah) dan akan berfirqah ummatku sebanyak 73 firqah, semuanya masuk neraka kecuali satu”.
Sahabat-sahabat yang mendengar ucapan ini bertanya: “Siapakah yang satu ini Ya Rasulullah?”
Nabi menjawab: “Yang satu itu ialah orang yang berperang (beri’tiqad) sebagai peganganku (i’tiqadku) dan pegangan sahabat-sahabatku”. (H.R Imam Tirmidhi)

C.    SEJARAH KEMUNCULAN ILMU KALAM
                        Ilmu kalam sebagai ilmu yang berdiri sendiri belum dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW, maupun pada masa sahabat-sahabatnya.[5] Akan tetapi baru dikenal pada masa berikutnya, setelah ilmu-ilmu keislaman yang lain satu per satu muncul dan setelah orang banyak membicarakan tentang kepercayaan alam gaib (metafisika). Kita tidak akan dapat memahami persoalan-persoalan ilmu kalam sebaik-baiknya kalau kita tidak mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya, kejadian-kejadian politis dan historis yang menyertai pertumbuhannya. Faktor itu sebenarnya banyak, akan tetapi dapat digolongkan kepada dua bagian, yaitu faktor-faktor yang datang dari dalam islam dan kaum Muslimin sendiri dan faktor-faktor yang datang dari luar mereka, karena adanya kebudayaan-kebudayaan lain dan agama-agama yang bukan islam.


SEBAB-SEBAB DARI DALAM
1.      Qur’an sendiri di samping ajakannya kepada tauhid dan mempercayai kenabian dan hal-hal lain yang berhubungan dengan itu, menyinggung pula golongan-golongan dan agama-agama yang ada pada masa Nabi Muhammad SAW, yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar. Qur’an tidak membenarkan kepercayaan mereka dan membantah alasan-alasannya, antara lain :
a.       Golongan yang mengingkari agama dan adanya Tuhan dan mereka mengatakan bahwa yang menyebabkan kebinasaan dan kerusakan hanyalah waktu saja.
b.      Golongan-golongan syirik, yang menyembah bintang-bintang, bulan, matahari yang mempertuhan Nabi Isa dan Ibunya, yang menyembah berhala-berhala
c.       Golongan-golongan yang tidak percaya akan keutusan Nabi-nabi dan tidak mempercayai kehidupan kembali di akhirat nanti
d.      Golongan yang mengatakan bahwa semua yang terjadi di dunia ini adalah dari perbuatan Tuhan semuanya dengan tidak ada campur tangan manusia (yaitu orang-orang munafiq)
Tuhan membantah alasan-alasan dan perkataan-perkataan mereka semua dan juga memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk tetap menjalankan da’wahnya sambil menghadapi alasan-alasan mereka yang tidak percaya dengan cara yang halus. Firman Tuhan :
اُ  دْ عُ اِ لَى سَبِيْلِ رَ بِّكَ بِا لْحِكْمَةِ وَ ا لمَوْ عِظَةِ ا لحَسَنَةِ وَ جَا دِ لْهُمْ بِا لَّتِي هِيَ  اَ حْسَنُ. اِ نَّ رَ بَّكَ  هُوِ اَ  عْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ  عَنْ سَبِيْلِهِ وَ هُوَ  
  اَ عْلَمُ بِا لمُهْتَدِ يْنَ                                                               
 “Ajaklah mereka kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat-nasehat yag baik dan bantahlah mereka itu dengan jala yang lebih baik”. (An-Nahl 125)

Adanya  golongan-golongan tersebut disamping adanya perintah Tuhan dalam ayat ini sudah barang tentu membuka jalan bagi kaum muslimin untuk mengemukakan alasan-alasan kebenaran ajaran-ajaran agamanya di samping menunjukkan kesalahan-kesalahan golongan-golongan yang menentang kepercayaan-kepercayaan itu, dan dari kumpulan alasan-alasan itulah berdiri ilmu kalam.
2.      Ketika kaum Muslimin selesai membuka negeri-negeri baru untuk masuk Islam, mereka mulai tenteram dan tenang fikirannya, disamping melimpah-limpahnya rizqi. Di sinilah mulai mengemukakan persoalan agama dan berusaha mempertemukan nas-nas agama yang kelihatannya saling bertentangan. Keadaan ini adalah gejala umum bagi tiap-tiap agama dan masyarakat. Setelah itu datanglah fase penyelidikan dan pemikiran dan membicarakan soal-soal agama secara filosofis. Disinilah kaum muslimin mulai memakai filsafat untuk memperkuat alasan-alasannya.

SEBAB-SEBAB DARI LUAR
a.    Banyak diantara pemeluk-pemeluk Islam yang mula-mula beragama yahudi, masehi, dan lain-lain bahkan diantara mereka ada yang sudah jadi ulama’nya. Kemudian dimasukkan dalam ajaran Islam.
b.    Golongan Islam yang dulu terutama golongan Mu’tazilah memusatkan perhatiannya untuk penyiaran Islam dan membantah alasan-alasan mereka yang memusuhi Islam dengan menggunakan senjata filsafat sebagai senjata kaum muslimin.
c.    Sebagai kelanjutan dari sebab tersebut, para Mutakalliminhendak mengimbangi lawan-lawannya yang menggunakan filsafat, maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsafat terutama segi ketuhanan.

D.    PERSOALAN POLITIK BERAKIBAT PADA PERSOALAN THEOLOGI
Persoalan politik yang terjadi, berakibat pada peesoalan theologi sehingga munculnya aliran-aliran tetentu, antara lain:  
1.         Syi’ah
Golongan  ini sangat fanatik kepada, khalifah Ali bin Abi Thalib dan, keturunannya. Mereka berkeyakinan tidak seorangpun yang berhak memegang, menduduki jabatan kekhalifahan kecuali dari keturunan Ali. Jika orang yang mengakui khalifah bukan dari keturunan Ali, berarti merampas hak kekuasaan dan kekhalifahannya tidak syah. Tetapi akhirnya golongan ini dimasuki pula oleh unsur-unsur yang menyimpang dari pokok-pokok agama Islam.

                  2.      Qadariyah
Golongan Qodariyah, pokok pemikirannya adalah bahwa usaha dan gerak perbuatan manusia ditimbulkan sendiri, bukan dari Allah. Faham ini, mula-mula dianjurkan oleh Ma’bad Al-Juhainy, Ghailan al-Dimasyqi dan Al-Ja’du bin Dirham. Ketiga tokoh ini hidup pada zaman Daulah Umaiyah dan ketiganya mati terbunuh.
3.      Jabariyah
Golongan ini muncul di Khurasan, yang dipelopori oleh Al-Jaham bin Shafwan la berpendapat bahwa hidup manusia ini sudah ditentukan oleh Allah Ta’ala. Segala gerak-geriknya dijadikan Tuhan semata-mata, manusia tidak dapat berusaha dan menggerakkan dirinya. Mereka juga meniadakan sifat-sifat Allah Ta’ala. “Kita tidak boleh menyifati Allah Ta’ala, dengan suatu sifat yang bersamaan dengan sifat-sifat yang terdapat pada makhluknya”. Pemimpin golongan ini, akhirnya terbunuh juga di Khurasan.
4.      Murjiah
Golongan Murji’ah berpendapat, bahwa kemaksiatan tidaklah menghilangkan keimanan atau tidak memberi bekas terhadap keimanan seseorang, sebagaimana ketaatan, tidak memberi pengaruh kepada orang yang kafir.
5.    Khawarij
Golongan ini pada mulanya adalah pengikut setia Khalifah Ali, namun mereka memisahkan diri akibat tidak setuju dengan kebijakan khalifah menerima perdamian dengan Mu’awiyah pada saat perang Siffin. Mereka berpendapat bahwa orang yang mengerjakan dosa besar, atau meninggalkan kewajiban-kewajiban yang sampai mati belum sempat tobat, maka orang itu dihukumkan keluar dari Islam dan menjadi kafir. Jadi mereka abadi dalam neraka.
6.         Mu’tazilah
Golongan Mu’tazilah ini salah satu pokok pikirannya adalah, bahwa orang Islam yang mengerjakan dosa besar, atau meninggalkan kewajiban-kewajiban, yang sampai matinya belum sempat bertobat, maka orang itu dihukum keluar dari Islam, tetapi tidak menjadi kafir, hanya fasiq saja, namun menurutnya orang fasiq akan abadi di neraka.


7.      Ahli Sunah wal Jama’ah
Kelompok ini biasa menyebut dirinya Islama Aswaja. Pemahaman  mereka ialah bahwa yang dihukumkan dengan orang Islam, ialah orang yang memenuhi tiga syarat, yaitu : menuturkan dua kalimat syahadat dengan lisan, dan diikuti dengan kepercayaan hati dan buktikan dengan amal. Menurut Ahli Sunah wal Jama’ah, bahwa orang yang mengerjakan dosa besar atau mengingkari kewajiban-kewajiban yang diperihtahkan Allah sampai mati tidak sempat tobat, dihukumkan sebagai mukmin “yang melakukan maksiat. Hukumnya di akhirat kelak, bila tidak memperoleh ampunan dari Allah akan masuk neraka untuk menjalani hukumannya. Sesudah menjalani azab dan hukumnya itu, ada harapan mendapat kebebasan dan masuk surga.

                                                   





















BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
Perpecahan umat Islam setelah wafatnya Rasulullah dipicu oleh persoalan politik akibat peristiwa terbunuhya ‘Utsman bin Affan. Hal ini mengakibatkan  munculnya beberapa aliran teologi dalam umat Islam, antara lain:
1.      Aliran Khawarij
2.      Aliran Murji’ah
3.      Aliran Mu’tazilah
4.      Aliran Qadariyah
5.      Aliran Jabariyah
Ilmu kalam sebagai ilmu yang berdiri sendiri belum dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW, maupun pada masa sahabat-sahabatnya. Akan tetapi baru dikenal pada masa berikutnya, setelah ilmu-ilmu keislaman yang lain satu per satu muncul dan setelah orang banyak membicarakan tentang kepercayaan alam gaib (metafisika).
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya Ilmu Kalam adalah:
1.      Faktor dari dalam
·         Qur’an sendiri di samping ajakannya kepada tauhid dan mempercayai kenabian dan hal-hal lain yang berhubungan dengan itu, menyinggung pula golongan-golongan dan agama-agama yang ada pada masa Nabi Muhammad SAW, yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar.
·         Ketika kaum Muslimin selesai membuka negeri-negeri baru untuk masuk Islam, mereka mulai tenteram dan tenang fikirannya, disamping melimpah-limpahnya rizqi.
·         Sebab yang ketiga adalah soal-soal politik
2.      Faktor dari luar
·         Memasukkan ajaran agama terdahulu kedalam ajaran Islam.
·         Menggunakan filsafat sebagai senjata kaum muslimin
·         Hendak mengimbangi lawanya degan menggunakan filsafat.



DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rohison, Prof. Dr. M.Ag, Ilmu Kalam, CV Pustaka Setia, Bandung, 2001.
Hanafi, Ahmad, M.A, Theology Islam (Ilmu Kalam), PT Bulan Bintang, Jakarta,1996.
Watt, Montgomery, Pemikiran Theologi dan Filsafat Islam, terj. Umar Basalim. Penerbit P3M, Jakarta, 1987.



[1] W.Montgomery Watt, Pemikiran Theologi dan Filsafat Islam, terj. Umar Basalim. Penerbit P3M, Jakarta, 1987, hal. 10.
[2] Ibid., hal. 6-7.
[3] Ibid.,
[4] Ibid, hal. 9.
[5] Ahmad Hanafi M.A, Theology Islam (Ilmu Kalam), PT Bulan Bintang, Jakarta,1996, hal. 6.

Sabtu, 01 Juni 2013


SEJARAH PERTUMBUHAN ULUMUL QUR'AN

Bab  I
PENDAHULUAN

  1. LATAR  BELAKANG
Pada zaman dahulu pada masa Nabi dan sahabat – sahabat Nabi itu sebagai orang Arab murni mempunyai keistimewaan arabiah yang tinggi dan kelebihan – kelebihan lain yang sempurna. Mereka mempunyai kekuatan menghafal yang sangat hebat, otak yang cerdas, daya tangkap yang tajam terhadap keterangan dan dalam segala bentuk rangkaian atau susunan kalimat. Karena itu, sahabat tidak memerlukan pembukuan Ulumul Qur’an. Hal ini jauh berbeda dengan zaman sekarang yang selalu mebutuhkan semua cabang ilmu dari Ulumul Qur’an.
Oleh karena keadaan yang seperti dulu pada abad I H itu menyampaikannya Islam dan ajaran – ajarannya, Al - Qur’an dan ilmu – ilmunya itu dilaksanakan dengan cara pengajaran lisan, bukan dengan tulisan / pembukuan. Adapun setelah itu barulah muncul yang namanya istilah Ulumul Qur’an
  1. RUMUSAN  MASALAH
1.       Bagaimana Sejarah Pertumbuhan Ulumul Qur’an ?
2.       Kapan lahirnya istilah Ulumul Qur’an ?




Bab II
         PEMBAHASAN
A.     Ulumul Qur'an pada Masa Nabi dan sahabat
Pada masa Nabi dan pemerintahan Abu Bakar dan Umar, ilmu – ilmu Al-Qur'an belum dibukukan, karena umat Islam belum memerlukannya. Sebab umat islam pada waktu itu adalah sahabat Nabi yang sebagian besar terdiri dari bangsa Arab asli ( suku Quraisy dan sebagainya ), sehingga mereka mampu memahami Al – Qur'an dengan baik, karena bahasa Al-Qur'an adalah bahasa mereka sendiri dan mereka mengetahui sebab – sebab turunnya ayat – ayat Al-Qur'an.[1]
B.     Perintis dasar Ulumul Qur'an.
 a) Perintis dasar ulumul Qur'an.
Pada masa pemerintahan Utsman, ketika bangsa Arab mulai mengadakan kontrak pergaulan rapat dengan bangsa non-Arab mulai terlihatnya ada perselisihan dikalangan ummat Islam, terutama mengenai pembacaan AI-Qur'an. Khalifah Utsman mengambil tindakan penyeragaman al-Qur'an dan untuk menjaga persatuan umat Islam. Khalifah Utsman pun memerintahkan kepada para sahabat dan umat Islam supaya berpegang kepada Mushaf al-qur'an yang telah diseragamkan itu,lalu mushaf itu digandakan dan disebarkan ke berbagai kota besar, dan satu mushhaf disimpan khalifah sebagai Mushaf al-imam. Tindakan utsman ini merupakan peletakan baru pertama bagi berkembang dan tumbuhnya ilmu yang kemudian dinamai ilmu rasmil Qur’an atau ilmu rasmil utsmany.[2]
Kemudian datanglah pemerintahan Ali bin Abi thalib. Beliau memeperhatikan orang – orang asing yang suka menodai kemurnian bahasa arab. Sebab, beliau sering mendengarkan sesuatu yang menimbulkan kerusakan bahasa arab. Beliau khawatirkan tejadi kerusakan bahasa Arab itu. Karena itu, beliau memerintahkan Abdul Aswad Ad-Duali untuk membuat sebagian kaidah – kaidah guna memelihara kemurnian bahasa arab sebagai bahasa Al-Qur'an dari permainan dan kerusakan orang – orang yang jahil. Abu Aswad menulis pedoman – pedoman serta aturan – aturan dalam bahasa Arab.[3]
Dengan, demikian khalifah Ali bin Abi Thalib telah meletakkan dasar pertama terhadap ilmu, yang sekarang terkenal dengan nama Ilmu Nahwu atau Ilmu I'rabil Qur'an. Setelah Ali maka habislah masa Khulafaur Rasyidin dan datanglah masa pemerintahan Bani Umayah. Dalam masa ini, cita – cita para sahabat dan tabi'in besar ditujukan untuk menyebar luaskan Ulumul Qur'an dengan riwayat dan pengajaran langsung, tidak dengan tulisan dan pembukuan.[4]
Selain Utsman dan Ali, masih terdapat banyak ulama yang diakui sebagai perintis bagi kelahiran ilmu yang kemudian dinamai ilmu Tafsir, Ilmu Asbabun Nuzul, Ilmu Makkiwal Madani, Ilmu Nasikh wal Mansukh, dan Ilmu Garibul Qur'an.[5]
Adapun tokoh – tokoh yang meletakkan batu pertama untuk lahirnya ilmu – ilmu Al-Qur'an tersebut adalah sebagai berikut:
1)   Dari kalangan sahabat: khalifah empat, ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Zaid bin Tsabit, Ubay bin ka'ab, Abu Musa Al-Asy'ari, dan ibnu al-Zubair
2)   Dari kalangan Tabi'in: Mujahid, Atha' bin Abi Rabah, Ikrimah Maula Ibnu Abbas, Qatadah, Al-Hasan Al-Bashri, Said bin Zuber dan Zaid bin Aslam.
3)   Dari kalangan tabi' al- tabi'in : Malik bin Anas.
b) Pembukuan Tafsir Al-Qur'an.
Setelah dirintis dasar – dasar Ulumul Qur'an sate persatu seperti penjelasan tersebut, kemudian datangalah masa pembukuan cabang – cabang Ulumul Qur'an. Pertama kali adalah pembukuan Tafsir Al-Qur'an. Sebab, Tafsir Al-Qur'an itu dianggap sebagai induk dari ilmu – ilmu Al-Qur'an lainnya. Orang pertama yang mengarang tafsir adalah Syu'bah bin Hajjaj( wafat 160 H), Sufyan bin Uyainah ( Wafat 198 H ), dan Waki' bin Jarrah ( wafat 197 H ). Mereka termasuk ulama abad ke-II. Tafsir yang mereka tulis itu berupa koleksi pendapat pendapat sahabat dan tabi'in yang kebanyakan belum dicetak, sehingga tidak sampai pada generasi sekarang. Kemudian muncul Ibnu jarir Ath-thabari yang mengarang kitab Tafsir Ath-Thabari yang bernama Jaami'ul Bayaan fi Tafsiiril Qur'an. Tafsir Ath-Thabari itu merupakan kitab tafsir yang paling besar dengan memakai metode muqaraun ( kompetitif ). Sebab, beliau adalah orang pertama yang menafsirkan ayat – ayat Al-Qur'an dengan mengemukakan pendapat – pendapat para ulama, dan membanding pendapat sebagian mereka dengan pendapat sebagian yang lain. [6]
Dari perkembangan kitab – kitab tafsir, sejak dimulai usaha penyusunan tafsir-tafsir al-Qur'an sejak pemulaan abad II H sampai sekarang. Kita dapat mengetahui bahwa disamping ada ulama – ulama yang menafsirkan al-Qur'an dengan pola tafsir riwayah atau bi al-manqul, ada yang menafsirkannya dengan pola tafsir dirayah atau bi al-ra 'yil bi al-Maqul[7]
C)    Perkembangan cabang – cabang ulumul Qur’an yang lainnya.
Pada abad III H selain tafsir dan ilmu tafsir, para ulama mulai menyusun pula beberapa ilmu Al-Qur'an yaitu
Ø Ali bin Al-Madini ( wafat 234 H) menyusun Ilmu Asbabun NuzuL
Ø Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam menyusun Ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Qiraat.
Ø Muhammad bin Ayyub Al-Dhirris (wafat 294 H) menyusun Ilmu Makki wal Madani.
Ø Muhammad bin Khlaf Al-Marzuban ( wafat 309 H ) menyusun kitab, Al-Hawifi Ulumil Quran (2 7juz). [8]
Sedang pada abad IV H, ada lima ulama yang giat mengarang Ulumul Qur'an dan menyusun kitab - kitabnya yaitu Abu Bakar As – Sijistani ( 330 H ) mengarang kitab: ilmu Gharibil Qur'an, Abu bakar bin Qasim Al-Ambari ( 328 H ) menyusun kitab: 'ajaibu 'ulumil Qur'ani, Abu Hasan Al-Asy'ari ( 324 H ) menulis kitab : Al-Muhtazan fi Ulumil Qur'ani, Abu Muhammad bin Ali Al­Karakhi ( 360 H )menulis kitab: Naktul Qur'ani Ad-Dallatu 'Alai Bayani Fi Anwaa'd 'Nuumi wal Ahkami, Muhammad bin Ali Al-Adwafi ( 388 H ) mengarang kitab: Al-Istighnau Fi ‘ulumil Qur'ani yang terdiri dari 20jilid.[9]
Pada abad V mulai disusun ilmu I'rabil Qur'an dalam satu kitab. Disamping itu, penulisan kitab – kitab, dalam Ulumul Qur'an masih terus dilakukan oleh Ulama pada masa ini. Adapun ulama, yang bejasa dalam pengembangan umul Qur’an pada abad V antara lain adalah
§  Ali bin Ibrahim bin Sa'id Al Khufl( wafat 430 H) selain mempelopori penyusunan Ilmu Frabil Qur'an, beliau juga menyusun kitab Al-Burhan Fi Ulumil Qur'an.
§  Abu 'Amr Al-Dani ( wafat 444 H) menyusun kitab Al-Taisir Fil Qiroatis Sab’I dan kitab Al-Muhkam Fi al-Nuqoti [10].


Pada abad VI H di samping banyak ulama yang melanjutkan pengembangan `ulum al-Qur'an juga terdapat ulama yg mulai menyusun ilmu mubhahamat Al-Qur'an diantaranya:
Ø   Abul Qasim Abdurrahman Al-Suhaily lebih dikenal dengan al-Suhaily ( wafat 581 H) Menyusun kitab tentang Mubhamat al-Qur'an ( menjelaskan maksud lafadz – lafadz al-Qur'an yang mubham tidak jelas apa atau siapa yang dimaksud ).
Ø   Ibn Al-Jauzi ( wafat 597 H) menyusun kitab yang berjudul Funun al­Afnan Fi 'Ajaib Al-Qur'an dan kitab al-Mujtaba Fi 'Hum tata'allaqu bi al-Qur'an. [11]
Pada abad VII H, ilmu – ilmu al-Qur'an terus berkembang dengan mulai tersusunya ilmu Majaz AI-Qur'an dan Ilmu Qira'at AI-Qur'an. Diantara ulama abad VII yang besar andilnya terhadap ilmu – ilmu Al-Qur'an antara lain
Ø  'Allamuddin al-Sakhawy ( wafat 643 H) menyusun Ilmu Qira'at dalam kitabnya berjudul Jamal al-Qurra' wa kama-1 al-Iqra'.
Ø   Abu Syamah ( wafat 655 H) menyusun kitab al-Mursyid al-Wajiz fi maYata ‘allaqu bi al-Qur’an.
Ø  Ibnu abd al-salam terkenal dengan nama al-Izz ( wafat 660 H) mempelopori penulisan ilmu. Majaz al-Qur'an dalam satu kitab.[12]
Pada abad VIII H, muncul beberapa ulama yg menyusun ilmu-ilmu baru tentang al-qur'an,dan di abad ini penulis kitab-kitab tentang 'ulum al Qur'an masih bejalan terus. Di antara mereka ialah;
Ø Ibnu Abil ishba' menyusun ilmu Badai' al-qur'an , suatu ilmu yg membahas macam – macam badi' ( keindahan bahasa ) dalam Al-Qur'an.
Ø Ibn al Qayyim ( wafat 752 H) menyusun ilmu Aqsam al-Qur'an, suatu ilmu yang membahas tentang sumpah – sumpah yang ada dalam Al-Qur'an.
Ø Najmuddin al-Thufy ( wafat 716 H) menyusun ilmu Hujaj al-Qur'an, suatu ilmu yang membahas tentang bukti – bukti / dalil – dali ( argumentasi – argumentasi ) yang dipergunakan al-Qur'an dalam menetapkan suatu hukum.
Ø Abu al-Hasan al-Mawardy, menyusun ilmu Amtsal al-Qur'an suatu ilmu yang membahas tentang perumpamaan – perumpamaan yang ada dalam Al-Qur'an.
Ø Badr al-Din al-Zarkasyi ( wafat 794 H) menyusun kitab al-Burhan fi `Num al-Quran (4 jilid ), diterbitkan oleh Muhammad Abul Fadhl Ibrahim.[13]
Pada abad IX dan permulaan abad X H, makin banyak karangan – karangan yang ditulis oleh ulama tentang ilmu – ilmu AI-Qur'an dan pada masa ini perkembangan Ulumul Qur'an mencapai kesempumaan. Diantaranya ulama
1)   Jalaluddin Al-Bulqini ( wafat 824H ) menyusun. kitab Mawaqi'ul Ulum Mim Mawaqiin Nujum. Al-Bulqini ini dipandang oleh As­Suyuti sebagai Ulama yang mempelopori penyusunan kitab Ulumul Qur'an yang lengkap, sebab didalamnya telah disusun sejumlah 50 macam ilmu Al-Qur'an.
2)   Muhammad bin sulaiman Al-Kafiyaji (wafat 879 H) menyusun kitab AI-Taisir Fi Qawaidit Tafsir.
3)   As-suyuti (wafat 911 H) menyusun kitab Al-Tahbir Fi Ulum al­Tafsir. Penyusunan ini selesai pada tahun 872 H dan merupakan kitab tentang Ulumul Qur'an yang paling lengkap karena memuat 102 macam ilmu – ilmu Al-Qur'an. Namun, imam As­Suyuti belum puas atas karya ilmiahnya yang hebat itu. Kemudian ia menyusun kitab Al-itqan Fi Ulumul Qur'an ( 2 juz) yang membahas tentang 80 macam ilmu ilmu Al-Qur'an secara sistematis dan padat isinya. Kitab AI-Itqam ini belum ada yang menandingi mutunya dan kitab ini diakui sebagai kitab standar dalam mata pelajaran Ulumul Qur'an. Setelah As-Suyuti wafat pada tahun 911 H. Perkembangan ilmu – ilmu Al-Qur'an seolah – olah telah mencapai puncaknya dan berhenti dengan berhentinya kegiatan ulama dalam pengembangan ilmu – ilmu Al-Qur'an dan keadaan semacam itu bejalan sejak wafatnya As­Suyuti sampai akhir Abad XIII H.[14]
Setelah memasuki abad XIV H ini, maka bangkit kembali perhatiaan. Ulama menyusun kitab kitab yang membahas Al-Qur'an dari segi dan macam Ilmu Al-Qur'an. Diantaranya mereka adalah
1)        Thahir Al-Jazariri menyusun. kitab AI-Tibyan Fi Ulumul Quran yang selesai pada tahun 1335 H.
2)      Jamaludin Al-Qaim ( wafat 1332 H) mengarang kitab Mahasinut Takwil.
3)      Muhammad Abduh Adzim AI-Zarqani menyusun kitab Manahilul Irfan Fi Ulumil Quran (2jilid).
4)      Muhammad Ali Salamah mengarang kitab Manhajul Furqan Fi Ulumil Quran.
5)      Thanthawi Jaurhari mengarang kitab Al- Jawahir Fi Tafisir Al­Quran dan kitab Al-Quran Wal Ulumul Ashriyah.
6)      Muhammad Shadiq Al-Rafi'I menyusun kitab Ijazul Quran.
7)      Mushafa Al-Maragi menyusun risalah tentang " boleh menerjemahkan Al-Qur'an dan risalah ini mendapatkan tanggapan dari pars ulama yang pada umumnya menyetujui pendapat Musthafa Shabri seorang Ulama besar dari turki yang mengarang kitab, dengan judul " Risalah Tarjamatil Quran ".
8)        Sayyid Qutub mengarang kitab Al- Tashmil Fanni Fil Quran dan kitab Fi Dzilalil Quran.
9)        Sayyid Muhammad Rasyid Ridha mengarang kitab Tafsir Quranul Hakim. Kitab ini selain Menafsirkan Al-Qur'an secara Ilmiah juga membahas Ulumul Quran.
10)  Dr. Muhammad Abdullah Darraz, seoarang Guru Besar al-Azhar University yang diperbantukan diperancis, mengarang kitab Al­Naba'AI-Adzim, nadzaratun jadidah Fil Quran.
11)  Malik bin Nabiy mengarang kitab, Al-Dzahiratul Qur'aniyah kitab ini membicarakan masalah wahyu dengan pembahasan yang sangat berharga.
12)  Dr.Shubi AL-Shalih, mengarang kitab Mabahits Fi Ulmil Qur’an.
13)  Muhammad Al-Mubarak, Dekan Fakultas Syari'ah Universitas Syria mengarang kitab AI-Manhalul Khalid.[15]
C. Lahirnya Istilah Ulumul Qur'an yang Mudawwan.
Mengenai kapan istilah Ulumul Qur'an yang Mudawwan atau yang telah sistematis, ada pendapat para ulama diantaranya adalah sebagai berikut:
a.      Dr. Shubhi Ash-Shalif dalam bukunya Mabaahits Fi 'Ulumil Qur'an mengatakan , istilah Ulumul Qur'an sudah ada mulai abad III H. sebab, paling lambat pada akhir abad ke-III H itu sudah ada kitab yang berjudul Al-Hawi Fi'Ulumil Qur'an yang ditulis imam Ibnu Marzubah. Yang jelas, dalam buku itu sudah menggunakan istilah Ulumul Qur'an sehingga sudah barang tentu telah lahir pula istilah Ulumul Qur'an tersebut.
b.     Syekh Abdul 'Adhim Az-Zarqani dalam kitabnya Manaahilul `irfan mengatakan, bahwa Ulumul Qur'an itu sudah ada sejak abad ke-V H. sebab, pada abad ke-V H itu. Sudah ada kitab yang berjudul Al-Burhan Fi 'Ulumil Qur'an yang terdiri dari 30 juz,
c.      Jumhur Ulama dan para ahli sejarah Ulumul Qur'an berpendirian istilah Ulumul Qur'an yang Mudawwan itu pada abad ke-VII H, Sebab, baru pada abad ke-VII H mulai ada kitab yang memakai istilah Ulumul Qur'an yaitu kitab Fununul Afnan Fi ‘Ulumil Qur'an dan kitab Al-Mujtaba Fi ‘Ulumin Tata 'allaqu Bil Qur'an yang ditulis oleh Abul Faraj Ibnul Jauzi ( wafat 597 H ).Dengan demikian istilah ulumul Qur'an itu tersiar luas  pada sejak awal abad ke –VII H karena kitab – kitab tersebut sudah menyebar dan banyak yang dibaca.
d.     Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-shidiqi dalam bukunya Syarah dan Pengantar Ilmu Tafsir, menerangkan bahwa menurut hasil penelitian sejarah, ternyata Imam Al-Khafiji adalah orang yang pertama kali membukukan Ulumul Qur'an. Karena setelah itu, Istilah Ulumul Qur'an itu baru ada sejak abad ke-VII H. Sebab, pada abad itulah baru ada buku Ulumul Qur'an yang ditulis dan dibukukan orang, sehingga barulah lahir istilah Ulumul Qur'an itu.[16]
Adapun mengenai kapan mulai lahirnya istilah Ulumul Qur'an, maka dijelaskan bahwa istilah Ulumul Qur'an itu sudah ada. sejak abad ke III H, dengan adanya kitab Al-Hawwi Fi 'Ulumil Qur'an karya imam Ibnu Marzuban, yang diteruskan pada abad ke-V H dengan adanya kitab Al-Burhan Fi 'ulimuil Qur'an karya Ali Al-Khufi. Kemudian dikembangkan pada abad ke –VII H dengan adanya kitab Fununul Afnan Fi Tflumil Qur'an tulisan Ibnu Jauzi dan dilengkapi pada abad ke-VIII H oleh Syekh Badruddin Az-Zarkasyi dengan karyanya Al­Burhan Fi Tflumil Qur'an. Selanjutnya, Ulumul Qur'an itu disempurnakan Imam As-Suyuti dalam kitab Al-Itqan Fi 'Numil Qur'an pada abad ke-IX H Dn abad ke-X H. [17]
Tetapi kalau masalahnya dalah kapan lahirnya istilah Ulumul Qur'an yang Mudawwan ( Ulumul Qur'an yang sistematis, Ilmiah, dan integrative) maka, hal itu sebetulnya baru ada abad ke-VU H sesuai dengan pendapat jumhur Ulama, sebagaimana penjelasan diatas. Sebab, istilah – istilah Ulumul Qur'an yang terdapat pada kitab-kitab pada abad ke-III H dan Ke-V H itu barulah Ulumul Qur'an Idhafi yang masih berdiri sendiri – sendiri , belum sistematis, belum ilmiah atau belum Mudawwan.[18]
Hal itu sesuai dengan pernyataan Imam Ash-suyuti dalam Mukhadimah kitabnya Al-Itqan, bahwa Ulumul Qur'an itu dimulai ditangannya dan disempurnakan jugs ditangannya. Dan, hal itu sesuai pula denagn penjelasan Abdul 'Adhim Az-Zarqani dalam kitab Manahilul Irfan, bahwa sepeninggalan imam As-Suyuti tidak ada orang yang mengikuti jejaknya ( dalam menulis dan membukukan Ulumul Qur'an yang Mudawwan). Sebagaimana sebelumnuya jugs belum pernah ada orang yang memperhatikan Ulumul Qur'an sepenuh hati seperti dia seperti.[19]
D. Perkembangan Ulumul Qur'an pada Zaman Modern.
Sebagaimana penjelasan di atas, bahwa setelah wafatnya Imam As-Suyuti tahun 911 H maka terhentilah gerakan penulisan Ulumul Qur'an dan pertumbuhannya sampai abad ke-XIV. Sebab, pada abad ke-XVI H atau abad modern itu bangkit kembali kegiatan penulisan Ulumul Qur'an dan perkembangan kitab- kitabnya. Hal itu ditengarai dengan banyaknya ularna yng mengarang Ulumul Qur'an dan menulis kitab-kitabnya, baik tafsir maupun macam – macam kitab Ulumul Qur'an.
Diantaranya para ulama yang menulis Tafsir/ Ulumul Qur'an pada abad modern ini sebagai berikut:
n  Ad-Dahlawi: Al-Fauzul Kabir Fi Ushuld Tafsir
n  Thahir Al-Jazairi: At-Tibyan fi Uumil Qur'an.
n  Abu Daqiqah : Ulumul Qur'an.
n  M.Ali Salamah : Minhaajul Furqan Fi Tgumil Qur'an.
n  Muhammad Bahits : Nuzulul Qur'an `ala Sabati Ahrufin[20].




















Bab  III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
1.       Pada masa Nabi dan pemerintahan Abu Bakar dan Umar, ilmu – ilmu Al-Qur’an belum dibukukan.
2.       Khalifah Ustman mengambil tindakan penyeragaman Al-Qur’an dan untuk menjaga persatuan umat Islam.
3.       Khalifah Ali bin Abi Thalib telah meletakkan dasar pertama terhadap ilmu, yang sekarang terkenal dengan nama Ilmu Nahwu atau Ilmu I’rabil Qur’an.
4.       Mulai lahir istilah Ulumul Qur’an itu sudah ada sejak abad ke III H, dengan adanya kitab Al-Hawwi Fi ‘Ulumil Qur’an yang diteruskan pada abad ke-V H dengan adanya kitab Al-Burhan Fi ‘Ulimuil Qur’an dan pada abad ke – VII H dengan kitab Fununul Afnan Fi ‘Ulumil Qur’an dan pada bad ke – VIII H oleh Syekh Badruddin Az-Zarkasyi dengan karya Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur’an.
5.       Lahirnya Istilah Ulumul Qur’an yang Mudawwan (Ulumul Qur’an yang sistematis, ilmiah dan integrative ) maka, ada abad ke – VII H istilah – istilah Ulumul Qru’an yang terdapat pada kitab – kitab pada abad ke – III H dan Ke – V H.

 

 



DAFTAR  PUSTAKA


Jalal, Abdul, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia ilmu, 2009.

Nor Ichwan, mohammad, Study Ilmu – Ilmu Al-Qur’an, Semarang: Rasail Media Group, 2008.

Syadali, Ahmad dan Ahmad Rafi’I, Buku I Ulumul Qur’an, Bandung: CV Pustika Setia, 1997.





[1] Ahmad Ayadili, dan Ahmad Rfi’I, Buku I ulumul Qur’an (Bandung: CV PUSTIKA Setia, 1997), 23.
[2] Muammad Nor Ichwan, Study lmu – ilmu Al-Qur’an (Semarang: Rasail  Media Group, 28), 6.
[3] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dnia Ilmu, 2009), 29.
[4] Ibid, 30.
[5] Muammad Nor Ichwan, Study lmu – ilmu Al-Qur’an (Semarang: Rasail  Media Group, 28),7.
[6] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dnia Ilmu, 2009),8.
[7] Mmuhammad nur ichwan, study ilmu Al-Quran(Semarang:Rasail Media Grup 2008),8
[8] Amad Syadali Berhan dan Ahmad Rafii,buku ! Ulumul Quran (Bandung:CV  Pustika Setia,1997),25.
[9] Abdul Jalal,Ulumul Quran(Surabaya:Dunia Ilmu 2008),32.
[10] Amad Syadali Berhan dan Ahmad Rafii,buku ! Ulumul Quran (Bandung:CV  Pustika Setia,1997),26
[11] Muhammad Nor Ikhwan,Studi Ilmu-ilmu Al-Quran (Semarang:Rasail media Grup,2008),9.
[12] Ibid,10
[13] Ibid,1
[14] Ahmad Syadali dan Ahmad Rafii,Buku 1 Uumul Quran(Bandung :CV Pustika Setia,1997),28-29.
[15] Ibid,29-30
[16] Abdul Jalal,Ulumul Quran(Surbaya:Dunia Ilmu,2009),39-40
[18] Ibid,41
[19] Ibid,41
[20] Ibid,42