Wikipedia

Hasil penelusuran

Jumat, 24 Mei 2013

Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural


BAB I

PENDAHULUAN


A.      LATAR BELAKANG

Dalam perkembangan zaman dewasa ini pendidikan merupakan tonggak sentral untuk memperbaiki  mutu manusia yang dituntut untuk selalu tanggap dengan setiap hal yang bersifat baru dan mutakhir.
Tidak hanya pendidikan yang bersifat umum, dalam ranah dunia islam yaitu salah satunya diwakili oleh PAI (Pendidikan Agama Islam) juga dituntut agar selalu bisa berkembang dengan mengeksplorasi seoptimal mungkin setiap kajian yang ada didalamnya.
Seperti halnya di indonesia PAI dihadapkan pada beberapa persoalan yang membutuhan kontekstualisasi dan modernisasi dalam pemecahannya salah satunya adalah multikuluralisme. Perlu disadari bahwa kemajemukan yang ada harus mampu menjadi kekuatan bangsa menuju masyarakat utama (madani). Islam sebagai rahmatan lil ‘alami, dalam praksisnya membutuhkan penafsiran yang bijak dan berkemajuan yang mengedepankan dialog dan keterbukaan dengan golongan manapun dengan santun dan sesuai syar’i.
Dari pemaparan di atas pembahasan makalah berikut akan difokuskan pada PAI dalam konteks mutikulturalisme.

B.       RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan Pendidikan Agama Islam?
2.      Apa yang dimaksud dengan Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural?
3.      Bagaimana Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural?









BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pendidikan Agama Islam (PAI)
1.      Pengertian PAI
Pendidikan agama merupakan usaha sadar untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhada Tuhan YME sesuai dengan agama yang di anut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan, nasional. Dalam GBPP PAI dijelaskan bahwa peendidikan agama Islam. adalah usaha sadar untuk, menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain, dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.[1]
Tujuan PAI dapat dipersingkat yaitu agar siswa memahami, menghayati, meyakini, dan, mengamalkan ajaran Islam, sehingga menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia. Rumusan tujuan PAI ini mengandung pengertian bahwa proses pendidikan agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa disekolah dimulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam. Untuk selanjutnya menuju ke tahapan aksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakini. Melalui tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri siswa dan tergerak untuk mengamalkan ajaran Islam (tahapan psikomotorik) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian akan terbentuk manusia muslim yang beriman bertakwa dan berakhlak mulia.[2]
2.      Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural
Istilah multikulturalisme berakar dari kata kultur, kata kultur (culture) secara etimologi sering diterjemahkan sebagai budaya atau kebudayaan. Akan tetapi hingga sekarang ini belum ada kesepakatan buku tentang arti apa yang dinamakan kultur dikalangan para ilmuwan. Menurut E. B. Taylor dalam M. Ainul Yaqin menyebut bahwa kultur adalah budaya yang universal baik manusia dalam berbagai macam tingkatan yang dinaut oleh seluruh anggota masyarakat. Sementara Emile Durkheim (1858-1917) menjelaskan bahwa kultur adalah sekelompok masyarakat yang menganut sekumpulan simbol-simbol yang mengikat di dalam sebuah masyarakat untuk diterapkan.[3]
Conrad P. Kottak menjelaskan bahwa kultur mempunyai karakter-karakter khusus. Karakter-karakter khusus ini dapat memberi gambaran tentang apa sebenarnya makna kultur tersebut. Pertama, kultur adalah sesuatu yang general dan spesifik,  Kedua, kultur adalah sesuatu yang dipelajari, Ketiga, kultur adalah sebuah simbol. Keempat, kultur dapat diartikan sebuah model. Kelima, kultur adalah sesuai yang bersifat adaptif.[4]
Berdasarkan definisi kultur tersebut maka istilah multikulturalisme dapat diartikan sebagai sebuah pemahaman dan sikap atas realitas masyarakat yang memiliki kultur yang beragam yang menuntut adanya pengakuan, pemahaman. saling pengertian, dan toleransi terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam setiap kebudayaan. [5]
Mulutikulturalisme sebenarya suatu paham yang mengacu terhadap kebhinekaan identitas kultur dari masing-masing ras, etnik. Multikulturalisme muncul sebagai akibat dari, kegagalan Bangsa dan Negara yang terlalu menekankan kesatuan dan kesamaan atas perbedaan dan keragaman. Dari sini identitas budaya seperti agama, etnik, dan ras muncul selagi sebuah politik yang bersuara mengoreksi proses-proses demokrasi yang terlalu over dosis menekankan individu dan mengabikan komunitas.[6]
Pendidikan multikulturalisme merupakan sebuah istilah yang sudah lama muncul dalam dunia pendidikan. Seorang pakar pendidikan Amerika Serikat bernama Prudence Crandall (18031 890) Secara intensif menyebarkan pandangan tentang pendidikan multikulturalisme, yaitu pendidikan yang memperhatikan secara sungguh-sungguh latar belakang peserta didik baik dari aspek keragaman suku (etnis), ras, agama aliran kepercayaan dan budaya.[7]
James A. Banks mengatakan bahwa pendidikan multikural meliputi tiga hal, yaitu pendidikan multikultural sebagai ide atau konsep, sebagai gerakan reformasi dan sebagai suatu proses. Sebagai suatu ide, pendidikan multicultural di arahkan pada keharusan memberikan kesempatan memperoleh pendidikan yang sama dan setiap siswa tanpa memandang dari kelompok mana mereka berasal. Sebagai suatu gerakan reformasi pendidikan, pendidikan multikultural mencoba untuk merubah kurikulum dan milliu sekolah maupun institusi pendidikan sehingga tercipta pendidikan yang tidak diskriminatif, yang torelan dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Adapun sebagai suatu proses, pendidikan multicultural mempunyai tujuan terciptanya keadilan dan kebebasan bagi setiap siswa, toleransi dan kesamaan dalam dunia pendidikan, sehingga hal tersebutharus ditingkatkan (proses) secara terus menerus. Tujuan pendidikan multicultural, yaitu:[8]
1.        Mengembangkan perspektif sejarah yang beragam dari kelompok-kelompok masyarakat.
2.        Memperkuat kesadaran jenis budaya yang hidup di masyarakat
3.        Memperkuat kompetensi intelektual dari budaya-budaya yang hidup di masyarakat.
4.         Membasmi rasisme, seksisme dan berbagai jenis prasangka.
5.        Mengembangkan keasadaran atas kepemilikan planet bumi.
6.        Mengembangkan ketrampilan aksi sosial.


Pendidikan multikultural sekaligus juga untuk melatih dan membangun karakter siswa agar mampu bersikap demokratis, humanis, dan pluralis dalam lingkungan mereka. Dengan kata lain, dapat melalui sebuah peribahasa “sambil menyelam minum air” artinya selain siwa diharapkan dapat dengan mudah memahami menguasai, dan mempunyai kompetensi yang baik terhadap pelajaran yang diajarkan guru. siswa juga diharapkan mampu untuk selalu bersikap dan menerapkan nilai-nilai demokratis, humanis dan pluralis di sekolah atau di luar sekolah. Oleh karena itu, hal terpenting yang perlu dicatat dalam pendidikan multikultural adalah  seorang guru tidak hanya dituntut untuk  menguasai dan  mampu secara professional mengajarkan mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan. Lebih dari itu, seorang pendidik juga harus mampu menanamkan nilai-nilai demokrasi, humanisme, dan pluralisme.
Beberapa metode yang dapat dipakai dalam pendidikan multikulturalisme adalah sebagai berikut:
1.      Metode kontribusi, dalam penerapam metode ini peserta didik berpartisipasi dalam, memahami dan mngapresiasikan kultur lain.
2.      Metode pengayaan, materi pendidikan, konsep, tema dan perspektif bias ditambahkan dalam kurikulum tanpa harus mengubah struktur aslinya.
3.      Metode transformasi, metode ini dapat mengubah struktur kurikulum dan memberanikan peserta didik untuk dari perspektif etnik dan religi tertentu yang berpotensi menimbulkan konflik dan ketidak harmonisan dalam masyarakat.


3.      Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural
Pendidikan agama multicultural adalah model pundidikan yang menekankan pada nilai-nilai moral seperti kasih sayang, cinta seseorang, tolong menolong, toleransi, menghargai keberagaman dan sikap-sikap lain yang menjunjung kemanusiaan[9] Pengembangan pendidikan agama berwawasan multikultural dapat diterapkan pada beberapa aspek yakni: orientasi muatan (kurikulum), orientasi siswa, dan orientasi unit pendidikan (persekolahan).
Pendidikan agama memanfaatkan muatan-muatan khas multikultural sebagai pemerkaya bahan ajar, konsep-konsep tentang harmoni kehidupan sebagai bersama antar umat beragama, saling toleransi, ko-eksistensi, pro-eksistensi, kerjasama, saling menghargai dan menghargai. Untuk merancang strategi hubungan multikultural dalam pendidikan (termasuk pendidikan agama) setidaknya dapat digolongkan kepada 2 (dua) pengalaman, yakni: pengalaman pribadi dan pengalaman pengajaran yang dilakukan oleh guru (pendidik).
Pengalaman pribadi dapat dikondisikan dengan menciptakan suasana seperti Seluruh peserta didik baik yang minoritas maupun mayoritas memiliki status dan tugas yang sama, seluruh peserta didik bergaul, berhubungan, berkembang dan berkelanjutan bersama seluruh peserta didik berhubungan dengap fasilitas, segala belajar guru dan norma kelas yang sama. Adapun dalam bentuk pengalaman pengajaran adalah sebagai berikut: guru harus sadar akan keragaman siswa, bahan kurikulum dan pengajaran seharusnya merefleksikan keragaman, bahan kurikulum dan pengajaran seharusnya merefleksikan keragaman, bahan kurikulum dituliskan dalam bahasa-bahasa daerah atau etnik yang berbeda. Pendidikan Islam yang berwawasan multicultural adalah suatu pendidikan yang membuka visi dan cakrawala yang lebih luas. Mampu melintas batas kelompok etnis atau tradisi budaya dan agama, sehingga mampu melihat “kemanusiaan” sebagai keluarga yang memiliki perbedaan maupun kesamaan cita-cita.
BAB III
KESIMPULAN

1.     Dalam GBPP PAI dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam menyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran. dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam amsyarakat untuk mewujudkanpersatuan nasional.
2.     istilah "multikulturalisme” dapat diartikan sebagai sebuah pemahaman dan sikap atas realitas masyarakat yang memiliki kultur yang beragam yang menuntut adanya pengakuan, pemahaman, saling pengertian, dan toleransi terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam setiap kebudayaan.
3.     Pendidikan multikulturalisme, yaitu pendidikan yang memperhatikan sungguh-sungguh latar belakang peserta didik baik dari aspek keragaman suku (etnis), ras, agama (aliran kepercayaan) dan budaya.
4.     Pendidikan agarna multicultural adalah model pendidikan. yang menekankan pada nilai-nilai moral kasih sayang cinta sesama, tolong menolong, toleransi, menghargai keberagaman dan sikap-sikap yang lain yang menjunjung kemanusiaan.
5.     Pengembangan Pendidikan agama berwawasan pluralis multicultural dapat diterapkan pada beberapa aspek, yakni: orientasi muatan (kurikulum) orientasi siswa, dan orientasi reformasi unit pendidikan (persekolahan).









DAFTAR PUSTAKA


Muhaimin, dkk. Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2008.
Presma, Pendidikan Islam dan tantangan Globalisasi Buah Pikir Seputar, Filsafat Politik Ekonomi Sosial dan Budaya, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2004.
Truna, Dody S., Pendidikan Islam Berwawancara Multikulturalisme, Jakarta: Kementerian Agama RI, 2010.
Zarqani dan Muhibat, Menggali Islam Membumikan Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.


[1] Muhaimin, dkk. Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2008), 75-76.
[2] Ibid., 78-79.
[3] Zarqani dan Muhibat, Menggali Islam Membumikan Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 146.
[4] Ibid., 147-148.
[5] Dody S. Truna, Pendidikan Islam Berwawancara Multikulturalisme (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2010), 50.
[6] Zarqani dan Muhibat, Menggali Islam Membumikan Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 148.
[7] Presma, Pendidikan Islam dan tantangan Globalisasi Buah Pikir Seputar, Filsafat Politik Ekonomi Sosial dan Budaya (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2004), 264.
[8] Ibid., 268.
[9] Presma, Pendidikan Islam dan tantangan Globalisasi Buah Pikir Seputar, Filsafat Politik Ekonomi Sosial dan Budaya (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2004), 285.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar