BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dalam kajian filsafat, kita mengenal beberapa aliran filsafat
pendidikan, dimana antara satu dan yang lainnya memiliki tipologi masing-masing. Benturan antar aliran akan banyak ditemui,
terutama setelah satu pandangan dengan pandangan lain bertemu pada satu terra
besar yang menjadi inti dari masingmasing afiran itu.
Secara sederhana, semua aliran merupakan bentuk
pertentangan dari cara pandang yang telah berlaku secara menyeluruh, untuk kemudian
ditemukan formula baru dalam memandang. Pola, komunikasi yang semacam inilah
yang membuat filsafat sampai kini masih selalu menarik untuk bahan kajian yang
diminati banyak orang. Yang
menarik dari semua itu adalah bahwa dari berbagai tokoh-tokoh tertentu yang
menggunakan cara pandang tersebut sebagai pilau analisis, tetapi hampir berlaku
secara menyeluruh dalam kehidupan sosial.
Dalam filsafat pendidikan banyak sekali
aliran-aliran, seperti aliran Perenialisme, progrestivisme, esensialisme,
eksistensialisme, idealisme, dan rekontruksisme. Dalam aliran-aliran yang telah
disebutkan diatas masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Akan tetapi yang dibahas dalam makalah ini
hanya membahas tentang "konsep aliran eksistensialisme dan implikasinya
terhadap tujuan pendidikan".
B.
RUMUSAN
MASALAH.
Dari paparan di atas, dapat diambil beberapa
nimusan masalah sebagai berikut:
- Apa yang dimaksud dengan aliran filsafat pendidikan
eksistensialisme?
- Bagaimana konsep tujuan pendidikan?
- Bagaimana implikasi aliran filsafat pendidikan
eksistensialisme dan implikasinya terhadap tujuan pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
ALIRAN
FILSAFAT PENDIDIKAN EKSISTENSULISME.
1.
Pengertian
Aliran Filsafat Eksistensialisme.
Eksistensialisme adalah salah satu pendatang
barU dalam dunia filsafat. Eksistensialisme hampir sepenuhnya merupakan produk
abad XX. Kata "eksistensi" menurut Save M. Dagun, berasal dari bahasa
Latin yaitu "Existere ", kata "Ex" yang
berarti keluar dan kata "Sitere" yang berarti membuat berdiri.
Jadi eksistensialisme berarti apa yang ada, apa yang memiliki aktualitas, apa
saja yang dialami. Lebih lanjut Titus menjelaskan bahwa eksistensialisme adalah
aliran filsafat yang melukiskan dan mendiagnosa kedudukan manusia yang sulit.
Titik sentralnya adalah manusia Menem Eksistensialise, hakekat manusia terletak
dalam eksistensi dan aktivitasnya..[1]
Menurut Heideggard eksistensi barasal dari kata "Das wesen das desains
liegh in seiner Existentz" kata da-sein tersusun dari dad an
sain. Kata "da" yang berarti disana, dan kata "sein"
berarti berada. Yang berarti manusia sadar dengan tempatnya.
Sedangkan menurut Parkay aliran eksistensialisme terbagi menjadi dua yaitu
bersifat theistik (bertuhan) dan atheis. Dalam aliran eksistensialisme ada dua
jenis filsafat trad;sional yaitu filsafat spekulatif (yang menyatakan bahwa
pengalaman tidak banyak berpengaruh pada individu, dan filsafat skeptif (yang
menyatakan bahwa semua pengalaman adalah palsu tidak ada sesuatu yang dapat kita
kenal dari realita, menurut mereka metafisika adalah sementara). Dari pemyataan
diatas eksistensialisme merupakan yang secara khusus mendeskripsikan eksistensi
dan pengalaman manusia dengan metodologi fenomenologi (cara manusia berada).
Eksistensialisme juga merupakan suatu reaksi
terhadap materialisme dan idealisme. Pendapat materialisme terhadap manusia
adalah manusia merupakan benda dunia, manusia adalah materi, dan manusia adalah
sesuatu yang ada tanpa menjadi subyek. Sedangkan pandangan manusia menurut
idealisme manusia hanya sebagai subyek atau hanya sebagai suatu kesadaran.
Eksistensialisme beryakinan bahwa paparan manusia harus dipangkalkan
eksistensi, sehingga aliran eksistensialisme penuh dengan lukisan-lukisan yang
kongrit.[2]
Menurut Callahan filsafat pendidikan Eksistensialisme berpendapat bahwa
kenyataan atau kebenaran adalah eksistensi atau adanya individu manusia itu
sendiri. Adanya manusia di dunia ini tidak punya tujuan dan kehidupan
menjadi terserap karena ada manusia. Manusia adalah bebas. Akan menjadi apa orang
itu ditentukan oleh keputusan dan komitmennya sendiri.[3]
Jadi dari uraian diatas eksistensialisme adalah aliran yang berpendirian (pada
umumnya) bahwa filsafat harus bertitik tolak pada manusia yang kongrit,
yaitu manusia sebagai existensi itu mendahului essensi.[4]
Eksistensialisme adalah suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak,
tidak logic atau tidak ilmiyah. Eksistensialisme menolak bentuk
kernutlakan rasional.[5]
Paham eksistensisialisme bukan hanya satu,
melainkan terdiri dari berbagai pandangan yang berbeda-beda. Namun
demikian, pandangan- pandangan tersebut memiliki beberapa persamaan sehingga
mereka dapat dikatakan filsafat eksistensialisme. Persamaan-persamaan tersebut
dikemukakan oleh Harun Hadiwijono sebagai berikut:
a.
Motif
pokok ialah apa yang disebut eksistensi, yaitu cara khas manusia berada.
b.
Bereksistensi
harus diartikan secara dinamis.
c.
Dalam
filsafat eksistensialisme manusia dipandang sebagai terbuka
d.
Filsafat
eksistensialisme memberi tekanan kepada pengalaman yang kongret, pengalaman
yang eksistensial.
Berbicara tentang nilai, eksistensialisme
menekankan kebebasan terhadap tindakan. Tetapi seseorang harus mampu
menciptakan tujuannya. Apabila seseorang menerima tujuan kelompok, ia harus
menjadikan tujuan tersebut menjadi miliknya. Dengan ketentuan bahwa setiap
situasi tujuan tersebut merupakan tujuan yang harus dicapai. Jadi tujuan itu
diperoleh dalam situasi. [6]
Dari sekian banyak pengertian diatas garis
besar aliran eksistensialisme ini berkeyakinan bahwa segala sesuatu dimulai
dari pengalaman pribadi, kenyakinan yang tumbuh dari dirinya dan kemampuan
serta keluasaan jalan untuk mencapai keinginan hidupnya. Titik sentralnya
manusia itu sendiri.
2.
Ciri-ciri
Utama Aliran Filsafat Eksistensialisme.
Dalam aliran filsafat Eksistensialisme
mempunyai ciri-ciri utama antara lain sebagai berikut:
a.
Penolakan
untuk dimasukkan dalam aliran filsafat tertentu.
b.
Tidak
mengakui adekuasi sistem filsafat dan ajaran keyakinan (agama)
c.
Sangat
tidak puas dengan sistem filsafat tradisional yang bersifat dangkal, akademis
dan jauh dari kehidupan.
Individualisme adalah pilar sentral dari
eksistensialisme. Kaum eksistensialis tidak mengakui sesuatu itu sebagai bagian
dari tujuan alam rays ini. Hanya manusia, yang individual yang mempunyai
tujuan.[7]
3.
Sejarah
Aliran Filsafat Eksistensialisme.
Istilah Eksistensialisme pertarna kali
dikemukakan oleh ahli filsafat Jerman yaitu Martin Heidegger pada tahun
1889-1976. Eksistensialisme adalah merupakan filsafat dan akar metodologinya
berasal dari metode fenomologi yang dikembangkan oleh Hussel pada tahun
1859-1938. Munculnya eksistensialisme berawal dari filsafat Kiekegaard dan
Neitchze.[8]
Kiekegaard yang merupakan tokoh pembuka tabir gerakan eksistensialisme yang
diwarnai dengan corak pemikirannya dengan teologi. Nuansa teologinya muncul
ketika ia mengatakan bahwa setiap pribadi membawa kepenuhan eksistensi
manusiawinya[9]
Kiekegaard filsafat Jerman dalam filsafatnya untuk menjawab pertanyaan
"bagaimana aku menjadi seorang individu? apa itu kehidupan manusia?, apa
tujuan dari kegiatan manusia? Bagaiman kita menyatakan keberadapan manusia?
Pokok pemikirannya dicurahkan kepada pemecahan yang kongret terhadap persoalan
arti "berada" mengenai manusia. Hal ini terjadi karena pada saat itu
terjadi krisis eksistensial (manusia melupakan individualisnya). Sedangkan
menurut Neitchze filusuf Jerman tujuan filsafatnya adalah untuk menjawap
pertanyaan "bagaimana caranya menjadi manusia yang unggul" jawabannya
manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri
secara jujur dan berani[10]
Tokoh-tokoh lainnya yang terkenal diantaranya Martin Buber, Martin Heideger,
Jean Paul Satre, Karl Jasper, Gabril Marsel, Paul Tillich.
4.
Prinsip-prinsip
Aliran Filsafat Eksistensiatisme.
Prinsip-prinsip Aliran Filsafat
Eksistensialisme adalah sebagai berikut:
Ø
Aliran
ini tidak mementingkan metafisika (Tuhan).
Ø Kebenaran lebih bersifat eksistensial daripada
proporsional atau faktual.
Ø Aliran ini memandang individu dalam keadaan
tunggal selama hidupnya dan individu hanya mengenai dirinya dalam interaksi
dirinya sendiri dalam kehidupan.
Ø Jiwa aliran ini mengutamakan manusia,
memperkembangkan eksistensi pribadinya atas alasan bahwa manusia akan mati.[11]
5.
Tokoh-tokoh
Aliran Filsafat Eksistensialisme.
a.
Gabriel
Marcel (1889 – 1978)
Bagi Marcel, eksistensi adalah lawan
objektivitas dan tidak pernah dapat dijadikan objektivitas. Yang khas bagi
eksistensi adalah saya (sebagai subjek) tidak menyadari situasi saya itu.
Artinya, saya tidak menginsyafi apa artinya eksistensi saya itu dalam dunia
ini.
b.
Jean-Paul
Sartre (1905-1980)
Titik tolak filsafat tidak bisa lain, kecuali cogito
(kesadaran yang saya miliki tentang diri saya sendiri). Hal ini dirumuskan
oleh Sartre demikian: Kesadaran adalah kesadaran diri, tetapi kesadaran akan
diri ini tidak sama dengan pengalaman tentang dirinya. Cogito bukanlah
pengenalan diri melainkan kehadiran kepada dirinya secara non-tematis. Jadi ada
perbedaan antara kesadaran tematis (kesadaran akan sesuatu) dan kesadaran
non-tematis (kesadaran akan dirinya). Kesadaran akan dirinya membonceng pada
kesadaran akan dunia. Jadi kesadaran atau cogito ini menunjuk pada suatu relasi
Ada. Kesadaran adalah kehadirian (pada) dirinya. Kehadiran (pada) dirinya ini
merupakan syarat yang perlu dan mencukupi untuk kesadaran. Kita tidak perlu membutuhkan
suatu Subyek Transendental atau Aku Absolut sebagaimana diajarkan idealisme.[12]
c.
Kiekegaard.
Menurut Kiekegaard Eksistensialisme adalah
suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logis atau tidak
ilmiah. Eksistensialisme menolak segala bentuk kemutlakan irasioanl. Dengan
demikian aliran ini hendak memadukan hidun yang dimiliki dengan pengalaman, dan
situasi sejarah yang ia alami, dan tidak
mau terikat oleh hal-hal yang sifatnya abstrak dan spekulatif. Atas pandangan
sikap di kalangan kaum eksistensialisme atau penganut aliran ini seringkali
nampak aneh atau lepas dari norma-norma umum. Kebebasan untuk freedom do adalah
lebih banyak menjadi ukuran dalam sikap perbuatannya.[13]
6.
Implementasi
Aliran Filsafat Eksistensialisme terhadap Pendidikan
Pandangan tentang pendidikan, disimpulkan oleh
Van Cleve Morris dalam Existensialisme and Education, bahwa
"Eksistensialisme tidak menghendaki adanya aturan-aturan pendidikan dalam
segala bentuk" oleh sebab itu eksistensialisme dalam hat ini menolak
bentuk-bentuk pendidikan sebagaimana yang ada sekarang.[14]
Menurut eksistensialisme, pengetahuan kita
tergantung kepada interprestasi tentang realitas. Pengetahuan yang diberikan di
sekolah bukan merupakan alat untuk memperoleh pekedaan atau karier anak,
melainkan pengetahuan itu dapat dijadikan alat perkembangan dan alat pemenuhan
diri ini merupakan teori pengetahuan dan kebenaran eksistensialisme yang
dikemukakan oleh Kneller.[15]
Implementasi aliran eksistensialisme tehadap
pendidikan antara lain sebagai berikut:
Ø
Aliran
ini mengutamakan perorangan/ individu.
Ø
Memandang
individu dalam keadaan tunggal selama hidupnya.
Ø Aliran filsafat ini percaya akan kemampuan ilmu
untuk memecahkan semua persoalannya.
Ø Aliran ini memabatasi murid-murinya dengan
buku-buku yang ditetapkan saja.[16]
Ø Aliran ini tidak menghendaki adanya
aturan-aturan pendidikan dalam segala bentuk.[17]
Sedangkan pandangan dalam filsafat islam antara
lain sebagai berikut:
Ø Dalam bidang pendidikan eksistensialisme
menekankan agar masing individu diberi kebebasan mengembangkan potensinya
secara maksimal tanpa adabatas (mutlak).
Ø Prinsip kebebasan islam justru mengantarkan
manusia dekat dengan tuhan.
Ø Manusia tidak meminta tolong pada dirinya
sendiri saja tetapi juga dengan kekuasaan Allah.
Ø Kebebasan yang diberikan Islam pada manusia bukan
kebebasan absolut, melainkan kebebasan yang tetap pada koridor illahi dan
dipimpin oleh kebenan nilai-nilai agama.
Ø Sebagai hamba Allah, manusia dituntut untuk
selalu mengarahkan aktivitas kehidupannya pada pengabdian kepada Allah SWT dan
sebagai kholifah Allah Fi AI-Ardh.[18]
B.
KONSEP
TUJUAN DALAM PENDIDIKAN.
1.
Pengertian
tujuan pendidikan.
Secara sederhana, tujuan dalam bahasa. Inggris
yaitu "goals, aims" dan dalam bahasa arab yaitu "Qoshid'
yang mengandung pengertian arah atau maksud yang hendak dicapai lewat upaya
atau aktivitas. Dengan adanya tujuan, semua aktivitas dan gerak manusia menjadi
terarah dan bermakna. Dengan adanya tujuan, semua aktivitas dan gerak manusia
menjadi terarah dan bermakna. Tanpa tujuan, semua aktivitas dan gerak manusia
menjadi terarah dan bermakna. Tanpa tujuan, semua aktifitas manusia akan kabur
dan terombang ambing. Dengan demikian, seluruh karya dan karsa manusia, harus
memiliki orientasi tertentu.[19]
Tujuan Pendidikan adalah hat pertama dan terpenting bila kita merancang,
membuat program, serta mengevaluasi pendidikan. Program pendidikan 100%
ditentukan oleh rumusan tujuan. Tujuan pendidikan akan sama dengan gambaran
umum manusia terbaik menurut prang tertentu.[20]
Menurut John Dewey menyebutkan 3 kriteria tentang tujuan yang baik antara lain:
a.
Tujuan
yang telah ada mestinya menciptakan perkembangan lebih baik daripada
kondisi-kondisi yang telah ada sebelumnya.
b.
Tujuan
itu harus bersifat fleksibel.
c.
Tujuan
itu harus mewakili kebebasan aktivitasnya.[21]
Dalam proses kependidikan, tujuan akhir
merupakan tujuan umum atau tujuan tertinggi yang hendak dicapai. Tujuan itu
mengingat kompleksitasnya secara teoritis dapat dibedakan menjadi:
a)
Tujuan
Normatif yaitu tujuan yang harus dicapai berdasarkan kaidah- kaidah (norma-norma).
b)
Tujuan
Fungsional, bersasaran pada kemampuana anak didik untuk mernfungsionalkan
kognitif, afektif, dan psikomotor.
c)
Tujuan
Operasioanl, mempunyai teknis manajerial.[22]
2.
Tujuan
pendidikan Islam
Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam,
paling tidak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
a)
Tujuan
dan tugas manusia dimuka bumi, baik secara vertikal maupun horizontal.
b)
Sifat
dasar manusia.
c)
Tuntutan
masyarakat dan dinamika peradapan kemanusiaan.
d)
Dimensi-dimensi
kehidupan ideal masyarakat.
Secara praktis, menurut Muhammad Athiyah
Al-Abrasyi, menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri atas 5 sasaran
yaitu: (1) membentuk akhlak yang mulia (2) mempersiapkan kehidupan dunia
akhirat (3) persiapan untuk mencari rizki dan memelihara segi kemanfaatannya
(4) menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan peserta didik (5) mempersiapkan
tenaga profesioanal yang terampil.
Dari rumusan di atas, dapat dipahami bahwa
tujuan pendidikan Islam merupakan proses membimbing dan membina fitrah peserta
didik secara maksimal dan bermuara pada pribadi peserta didik sebagai insan
al-kamil.[23]
Aspek-aspek Tujuan Pendidikan Islam.
Dalam berkaitan dengan pendidikan Islam,
perumusan tujuan pendidikan harus berorientasi pada 4 aspek yaitu:
Ø
Berorientasi
pada tujuan dan tugas pokok manusia.
Ø
Berorientasi
pada sifat dasar (nature) manusia.
Ø
Berorientasi
pada tuntutan masyarakat dan zaman.
Ø
Orientasi
kehidupan ideal Islami.
Secara eksplisit, pengembangan aspek-aspek
tersebut, dapat dideskripsikan sebagai: (1) Tujuan Jasmaniah (Ahdaf
Al-Jismiyyat) (2) Tujuan Rohaniyah (Ahdaf Al-Ruhiyyat) (3) Tujuan Rohaniyah
(AhdafAl-Aqliyat).[24]
Menurut Oemar Hamalik mengemukakan pendidikan bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik yang mengcakup pengetahuan (kognitil)
sikap (efektif) keterampilan (skill) perilaku hasil tindakan, serta pengalaman
exploratis (pengalaman lapangan).[25]
C.
KONSEP
ALIRAN FLSAFAT PENDIDIKAN EKSISTENSIALISME DAN IMPLIKASINYA TERHADAP TUJUAN
DALAM PENDIDIKAN
Eksistensialisme menjadi tonggak penting
perkembangan pendidikan. Manusia adalah subjek bagi kehidupan, maka tidak boleh
direduksi menjadi sekrup dalam mesin ilmu pengetahuan dan teknologi.
Eksistensialisme memberikan pencerahan bahwa pendidikan tidak semestinya
membelenggu manusia. Menurut Fasli Jalal dan Dedi Supriadi bahwa hal yang ada
kesejalanan dengan acuan filosofis strategi Pendidikan nasional bahwa
pendidikan nasional perlu memiliki karakteristik yang (a) mampu mengembangkan
kreativitas, kebudayaan dan peradaban; (b) mendukung dimenasi nilai keunggulan;
(c) mengembangkan nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan, keadilan dan keagaman;
(d) mengembangkan secara berkelanjutan kinerja kreatif dan produktif yang koheren
dengan ndai-niiai moral.[26]
Inti dari ajaran aliran filsafat ini adalah respek terhadap individu yang unik
pada setiap orang. Eksistensi mendahului essensi kita masing-masing. Kaum
eksistensi menolak filsafat-filsafat tradisional dan menolak eksistensi keberadaan
ihwal metafisika, epistimologi, dan etika. Setiap individu menentukan untuk
dirinya sendiri apa itu benar, salah, indah, jelek. Pendidikan seyogyanya
menekankan refleksi personal yang mendalam terhadap komitmen dan pilihan
sendiri. Manusia adalah essensi dirinya. Kaum eksistensialisme menganjurkan
bahwa pendidikan sebagai cars membentuk manusia secara utuh, bukan hanya
sebagai pembangun nalar.[27]
Menurut Power, Uyoh Sadulloh mengetriukakan
implikasi pendidikan pada filsafat Ektensialisme terhadap tujuan Pendidikan
adalah mendorong individu mengembangkan potensi untuk pemenuhan diri.[28]
Dalam referensi lain pandangan eksistensialisme tentang teori pendidikan yaitu
tujuan pendidikan adalah siswa mengembangkan potensinya masing-masing untuk
mencari jati dirinya.[29]
Selain itu juga filsafat eksistensi dalam Pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan kesadaran individu, memberi kesempatan untuk bebas memilih etika,
mendorong pengembangan pengetahuan diri sendiri, bertanggung jawab sendiri, dan
mengembangkan komitmen diri.[30]
Dari uraian di atas saya menyimpulkan bahwa
tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu
mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri serta mengembangkan
kemampuan peserta didik yang mencakup pengetahuan (kognitif) sikap, (efektif)
keterampilan (skill) perilaku hasil tindakan, serta pengalaman exploratis
(pengalaman lapangan). Sedangkan filsafat eksistensialisme merupakan suatu
filsafat yang mendesripsikan bahwa Individualisme adalah pilar central dalam
filsafat ini. Jadi implikasi pendidikan pada filsafat Ektensialisme terhadap
tujuan Pendidikan adalah memberikan pengalaman yang luas dan komprehensif dalam
semua bentuk kehidupan dalam hal ini setiap individu mempunyai eksistensi untuk
dirinya supaya mengembangkan potensi dalam dirinya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari
uraian di alas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Aliran
eksistensialisme ini berkeyakinan bahwa segala sesuatu dimulai dari pengalaman
pribadi, kenyakinan yang tumbuh dari dirinya dan kemampuan serta, keluasaan
jalan untuk mencapai keinginan hidupnya. Titik sentralnya manusia itu sendiri.
2.
Implikasi
pendidikan pada Filsafat Ektensialisme terhadap tujuan Pendidikan adalah
memberikan pengalaman yang luas dan komprehensif dalam semua, bentuk kehidupan
dalam hal ini setiap individu mempunyai eksistensi untuk dirinya supaya
mengembangkan potensi dalam dirinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Wasilah, Chaedar. 2008. Filsafat Bahasa
dan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Anshari, Endang Saefuddin. 2009. Ilmu Filsafat
dan Agama. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Arifin, Muzayyin. 2010. Filsafat Pendidikan
Islam. Jakarta: PT. Bunii Aksara.
As'adi, Basuki dan Miftahul Ulum. 2010. Pengantar
Filsafat Pendidikan. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press.
Nizar, Samsul. 2001 Pengantar Dasar-dasar
Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
________.2002. Filsafat Pendidikan Islam
Pendekatan Historic, Teoritis dan Praktis. Jakarta: Ciputat Pers.
Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Praetya, Tri. 2000. Filsafat Pendidikan, Bandung:
CV. Pustaka Setia.
Ramayulis dan Samsul Nizar. 2009. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Salam, Burhanuddin. 1997. Pengantar
Pedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik). Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Zuhairini, 2008. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:
PT. Bumi Aksara
http://en.wikipedia.org./wiki/Humanism, diunduh hari Jum’at 29 Maret
2013, pukul 14.30 WIB.
http://pengembangankurikulum.blogspot.c6m/2009/12/fi
lsafat-dan-tujuanpendidikan.htmi.diunduh Jum’at 29 Maret 2013, pukul 15.30 WIB.
staff. uny. ac. Id/ .. /Pemikiran%20Pendidikan%2O.diunduh
pada Jm’at 29 Maret 2013, pukul 16.30 WIB.
www.curriculumstudy.files.wordpress.com/.../filsafat-eksistensialisme-ppt,
diunduh pada hari Jum’at 29 Maret 2013 pukul 17.00 W'lB.
[2]wwwcurriculumstudyfiles.wordpress.com/…//filsafat-eksistensialisme.ppt,
diunduh pada hari jum’at 29 Maret
2013, pukul 17.00 WIB.
[5] Basuki As'adi dan Miftahul Ulum, Pengantar
Filsafat Pindidikan, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2010), hal. 29.
[6] Burhanudin Salam, Pengantar Pedagogik
(Dasar-dasar Ilmu Mendidik), (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), hal. 60-61.
[8] www currieulumstudyfiles.wordpress.com/ ..
/filsafal-eksisfensialisme.ppt, diunduh pada hari jum’at 29 Maret
2013, pukul 17.00 WIB
[10] www curriculumstudyfiles.wordpress/ ...
/filsafat-eksisfensialisme.ppt, diunduh pada hari jum’at 29 Maret 2013, pukul 17.00 WIB.
[14] Basuki
As'adi dan Miftakul Ulum, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Ponorogo:
STAIN Ponorogo Press, 2010), hat. 29-30.
[15] Burhanudin Salam, Pengantar Pedagogik (dasar-dasar Ilmu
Mendidik). (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997), hal. 61.
[19] Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar
Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), hal. 104.
[23] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam
Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers , 2002),
hal. 35-38.
[24] Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar
Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), hal.
108-114.
[25] http://pengembangankurikulum.blogspot.com/2009/12/filsafat-dan-tujuanpendidikan.html
diunduh pada hari jum’at 29 Maret 2013, pukul 15.30 WIB.
101.
[26] staff.uny.ac.id/…./
Pemikiran%20Pendidik-an%20.diunduh pada jum’at 29 Maret 2013, pukul 16.30 WIB.
[27] Chaedar Al-Wasilah, Filsafat Bahasa dan
Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008, hal. 106.
[28] http://pengembangankurikulum.blogspot.com/2009/12/filsafat-dan-tujuanpendidikan.html.diunduh
Sjum’at 29 Maret2013, pukul 15.30 WIB
[29] Basuki As'adi dan Miftahul Ulum, Pengantar
Filsafat Pindidikan, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2010), hal. 47.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar